Kamis, 02 Juni 2011

Mengambil Pelajaran dari Film Sang Pencerah; Islam, Indonesia dan Semangat Perubahan

sang pencerah “Ini fantastis”, itu komentar saya setelah menghabiskan waktu menonton film sang pencerah ini. Mengapa tidak saya katakan fantastis, penonton seolah-olah dibawa pada masa kegelapan tanah jawa, yaitu pada tahun 1890-an. Masa dimana tanah jawa masih dijajah oleh Belanda, dan pengaruh keraton serta dominasi priyayi masih mengakar kuat.

Saat itu Jawa, khususnya Jogjakarta masih bergulat dengan kepercayaan nenek moyang, dimana Islam seolah-olah diserap dan digabungkan dengan budaya setempat. Islam saat itu menjadi begitu identik dengan sesaji, upacara, dan seremonial adat yng kental. Singkatnya Islam dilebur menjadi sesuai dengan budaya. Namun, ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan seorang anak bernama Muhammad Darwis (KH. Ahmad Dahlan). Rasa keanehan seperti ini sudah hampir jarang kita temui. Kebanyakan dari kita lebih mudah menyerap apa yang sudah menjadi patron dari generasi kita sebelumnya. Semangat da keberanian untuk mendobrak aturan-aturan lama sangat minim. Namun KH. Ahmad Dahlan punya kekuatan untuk ini.

Berikut ini sinopsis Film Sang Pencerah :

Jogjakarta 1867 -1912:
Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat.

Melalui Langgar / Surau nya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman yang mengakibatkan kemarahan seorang kyai penjaga tradisi, Kyai Penghulu Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) sehingga surau Ahmad Dahlan dirobohkan karena dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai Kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi seperti sekolah modern Belanda.

Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Nidji), Sangidu (Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adishwara) dan Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman.

Seting film ini benar-benar seperti aslinya. Kita seolah dibawa ke masa dimana daratan Jawa masih sangat terbelakang. Walaupun pengaruh Islam sudah sangat terlihat pada masa itu namun pengaruh Belanda juga tak kalah kuatnya. Masyarakat saat itu benar-benar berada dalam bayang-bayang kemiskinan dan kebodohan. Dan KH. Ahmad Dahlan ingin mendobrak semua itu.

Menurut saya ini layak dikatakan film sejarah, bahkan mungkin layak dimasukkan ke badan arsip sejarah nasional. Kita seolah flash back ke belakang melihat bagaimana kondisi pulau Jawa, perkembangan Islam, masa kejayaan Keraton, dan pengaruh kuat kolonial Belanda. Semuanya satu dirangkai dengan rapi dalam film ini.

Anda dapat melihat trailer singkat film Sang Pencerah dibawah ini

Film yang hampir sempurna menurut saya, ada banyak intrik yang dimainkan, benar-benar menggugah, terdapat ajaran agama, semangat untuk perubahan, perhatian pada pendidikan dan kesehatan, serta isu nasionalisme Indonesia. Semua unsur ini ada di atas.

Menurut hemat saya, film ini yang seharusnya banyak diproduksi di Indonesia. Bukan film horror yang dibungkus pornoaksi, atau sebaliknya film pornoaksi yang dibungkus horror. Bukan pula film komedi yang dibumbui pornografi. Walaupun tidak mudah membuat film seperti ini, namun tema yang dibawa oleh film ini mungkin bisa diadopsi oleh film-film lain.

Ada begitu banyak kekaguman saya pada tokoh pendobrak ini, saya katakan KH. Ahmad Dahlan sebagai pendobrak, karena beliau benar2 berani dalam mengambil suatu tindakan yang betul-betul beresiko, namun semuanya disandarkan pada alasan yang berdasar, bukan pada alasan status, pujian, ataupuan kesombongan belaka. Kasus ini dapat anda lihat saat KH. Ahmad Dahlan mencoba mengoreksi Kiblat Masjid Gede Keraton Jogjakarta. Hal besar yang tidak banyak berani dilakukan oleh Kyai pada zaman itu. Walaupun ditolak, ia tetap tidak berubah, tidak bergeming, tetap pada prinsip bahwa kiblat harus mengarah ke Al Haram, bukan ke arah timur laut yang menuju benua Afrika.

Saran saya, sebaiknya anda menonton film ini. Ada begitu banyak pelajaran, prinsip, semangat, yang dapat ditiru. Terlepas dari film ini adalah mengenai kelahiran organisasi Islam bernama Muhammadiyah, ini adalah film mengenai Indonesia, Sejarah, dan Perkembangan Islam. Benar-benar melahirkan seorang Pencerah di zaman yang masih buram dengan paham tak jelas.

2 komentar:

Jhonthit mengatakan...

Kunjungan balik, posting yang menarik gan. lanjutkan

catatan syaza mengatakan...

wah,,makasih knjungannya ya gan...ni komen pertama loh..welcome to my blog..

blog agan juga bagus...kaya informasi

Posting Komentar

 
;